Kamis, 29 Januari 2009

EFEKTIFITAS PERAN PERS DALAM


AMANDEMEN UUD-45, terutama Amandemen Kedua yang disahkan tanggal 18
Agustus 2000 oleh Sidang Tahunan MPR - RI mengandung arti yang sangat penting dan
strategis bagi peningkatan efektivitas peran pers dalam menunjang dan pemajuan serta
perlindungan Hak-hak Asasi Manusia (HAM). Sebab seperti diketahui, sebelum
amandemen dilakukan, UUD-45 tidak secara rinci memuat tentang HAM bahkan boleh
dibilang sangat sumir. HAM yang sangat sumir itu pun disepakati oleh para perumus
UUD-45 setelah melalui perdebatan yang sengit pada sidang-sidang Badan Penyelidik
Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPK) tahun 1945.
Akan tetapi dengan ditetapkannya secara lebih rinci prinsip-prinsip HAM dalam
UUD-45 pada Sidang Tahunan MPR 2000 akan sangat membantu pers dalam melakukan
pengawasan serta penegakan, termasuk pencegahan pelanggaran HAM. Dibanding
sebelum amandemen, mengingat muatan HAM sangat minim dalam konstitusi proklamasi
itu menyebabkan kontrol pers dalam menegakkan HAM sangat terbatas. Lagi pula peran
pers dalam menegakkan HAM waktu itu menjadi sangat dilematis karena sejumlah
muatan UUD-45 sendiri menimbulkan multi interpretasi mengenai HAM.
Apabila kita mengacu kepada ketentuan UUD-45 sebelum amandemen, maka
berdasarkan Penjelasan hanya ketentuan Pasal 27, 30 dan 31 ayat ( 1 ) yang merupakan
hak-hak warga negara. Seperti diketahui, ketentuan Pasal 27 UUD-45 adalah mengenai
kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan, Pasal 30 mengenai pembelaan
negara dan Pasal 31 ayat (1) mengenai hak mendapat pengajaran. Dengan demikian
tidak heran apabila ada pendapat yang mengatakan hanya ada tiga pasal dalam UUD-45
yang menyinggung masalah HAM.
Penafsiran seperti itu jelas menyulitkan pers dalam mengefektitkan perannya
menegakkan HAM. Sebab sebenarnya pengertian HAM sudah barang tentulah tidak
hanya terbatas kepada kesamaan kedudukan dalam hukum, pembelaan negara dan
mendapatkan pengajaran saja. Karena ruang lingkup HAM jauh lebih luas dari itu. Akan
tetapi kembali di dalam Penjelasan UUD-45 (sebelum amandemen) ditegaskan bahwa
ketentuan pasal 28, 29 ayat (1) dan 34 UUD-45, hanyalah mengenai kedudukan
penduduk.
Dengan kata lain, ketentuan mengenai bak berserikat dan berkumpul,
mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya, Ketuhanan Yang Maha
Esa serta fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara, tidak
termasuk HAM. Sebab dalam penjelasan pasal-pasal itu hanya dikatakan, pasal-pasal,
baik yang hanya mengenai warga negara maupun yang mengenai seluruh penduduk
membuat hasrat bangsa Indonesia untuk membangunkan negara yang bersifat
demokratis dan yang hendak menyelenggarakan keadilan sosial dan perikemanusiaan.
Minimnya pengaturan HAM dalam UUD-45 di satu sisi serta timbulnya
multiinterpretasi atas ketentuan konstitusi proklamasi itu di sisi lain, menyebabkan peran
pers dalam mendorong dan memajukan penegakan HAM menjadi kurang optimal. Betapa
tidak karena kalau kita mengacu pada Penjelasan UUD-45 yang tidak mengakui
ketentuan Pasal 28 UUD-45 sebagai sumber hukum kebebasan pers, tergolong HAM,
maka dapat dimengerti apabila peran pers dalam mendukung dan memajukan HAM
kurang efektif.
Namun dengan amandemen UUD-45 terutama Amandemen Kedua pada Sidang
Tahunan MPR-RI 2000, sangat diharapkan peran pers dalam mendukung dan mendorong
pemajuan HAM lebih efektif. Satu dan lain hal karena UUD-45 setelah amandemen telah
memuat sejumlah pasal mengenai HAM. Bahkan hasil amandemen UUD-45 telah
menetapkan Bab tersendiri mengenai HAM yaitu BAB X tentang Hak Asasi Manusia.
Dibanding UUD-45 sebelum amandemen, sama sekali tidak mengatur secara
khusus dan dalam Bab tersendiri mengenai HAM, melainkan pengaturan HAM yang
sangat minim itu digabung dalam BAB X tentang Warga Negara.

Analisis saya:
Jdi setelah adanya perubahan amandemen maka
akan sangat membantu peran pers dalam menunjang pemajuan dan perlindungan HAM.pers dengan mudah dapat
mengenali mana tindakan serta kebijakan yang sesuai dengan nilai-nilai HAM dan mana
tindakan serta kebijakan yang tidak menunjang dan menghormati HAM dan oleh karena
ita harus dikritisi serta dikoreksi pers.selam ini kita juga dapat melihat banyak kasus yang terbongkar mengenai HAM itu sendiri yang mempublikasikan ke media masa,maupin elektronik itu sendiri adalah peranan pers oleh karena itu peranan pers sangat mendukung sekali menyangkut dalam HAM.

Teori Yang Menguatkan: tiga pilar utama yang menjadi acuan atau pegangan
pokok para wartawan supaya berhasil dalam menjalankan tugas-tugas jurnalistiknya.
Ketiga pilar utama dimaksud disebut di bawah ini.
a. Norma etik
Seperti diketahui, kode etik adalah rambu-rambu, kaidah penuntun sekaligus pemberi
arah kepada para wartawan tentang apa yang seharusnya dilakukan dan tentang apa
yang seharusnya tidak dilakukan dalam menjalankan tugas-tugas jurnalistiknya.
Sebagai kode perilaku mengenai yang baik dan yang buruk akan sangat membantu
para wartawan dalam menunaikan tugasnya dengan baik.
Bisa dibayangkan bagaimana jadinya apabila para wartawan dalam menjalankan
tugas-tugas jurnalistiknya tidak berpedoman pada kode etik. Hampir dapat dipastikan
pemberitaan pers tersebut menjadi anarkis dan bersifat teror.
Oleh karena itu kita sependapat dengan tokoh pers nasional almarhum Mahbub
Djunaedi yang mengatakan, kode etik jurnalistik dibuat untuk menghindari wartawan
menjadi teroris. Pendapat tokoh pers nasional ini sangat aktual dan relevan
dikemukakan mengingat akhir-akhir ini ada tuduhan sementara kalangan masyarakat
yang mengatakan media tertentu telah mempraktekkan apa yang disebut "jurnalisme
anarki", "jurnalisme teror", "jurnalisme provokasi", "jurnalisme pelintir" dan lain-lain citra
negatif yang sangat menyudutkan pers.
b. Norma hukum
Akan tetapi dalam praktek ternyata pilar utama kode etik saja tidak cukup. Mutlak
diperlukan pilar utama kedua yaitu norma hukum. Sebab sekalipun wartawan telah
menjalankan tugasnya sesuai kode etik, namun tetap saja tidak lepas dari jeratan
hukum apabila tidak mengindahkan norma hukum.
Memang seperti diketahui, norma etik dan norma hukum sangat erat kaitannya. Sebab
hal-hal yang dilarang oleh norma etik juga dilarang oleh norma hukum. Demikian
sebaliknya, hal-hal yang dilarang oleh norma hukum juga dilarang oleh norma etik.
Meski demikan perlu dicatat norma etik dan norma hukum tidak identik. Karena bisa
terjadi dalam keadaan darurat atau force majeure dan dalam keadaan membela diri
dapat mencelakai atau menghilangkan nyawa orang lain, tapi secara hukum dapat
dimaafkan. Namun tindakan itu tetap saja tidak dapat dimaafkan menurut norma etik.
Berbicara mengenai norma hukum, sudah barang tentulah dalam pengertian luas.
Termasuk yang dimaksud di sini nilai-nilai HAM. Dikaitkan dengan peran pers berarti
ikut menegakkan, mengawasi dan mencegah terjadinya pelanggaran HAM.
c. Profesionalisme.
Ternyata dalam praktek, pilar utarna norma etik dan norma hukum saja tidak
sepenuhnya menjamin terlaksananya tugas-tugas jurnalistik para wartawan dengan
baik. Sebab selain mengacu pada pilar utama norma etik dan norma hukum, mutlak
diperlukan profesionalisme. Yaitu keterampilan atau keahlian serta kemampuan yang
prima bagi para wartawan untuk mengemas, meramu dan mengolah informasi
sedemikian rupa sehingga dapat dicerna dan diterima oleh khalayak dengan baik,
tidak terkontaminasi oleh opini pembuat berita dan hal-hal lain yang tidak sesuai
dengan kenyataan.
UU Yang menyangkut peran PERS:
Menimbang :

1. bahwa kemerdekaan pers merupakan salah satu wujud kedaulatan rakyat dan menjadi unsur yang sangat penting untuk menciptakan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang demokratis, sehingga kemerdekaan mengeluarkan pikiran dan pendapata sebagaimana tercantum dalam Pasal 28 Undang-undang Dasar 1945 harus dijamin;
2. bahwa dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang demokratis, kemerdekaan menyatakan pikiran dan pendapat sesuai dengan hati nurani dan hak memperoleh informasi, merupakan hak asasi manusia yang sangat hakiki, yang diperlukan untuk menegakkan keadilan dan kebenaran, memajukan kesejateraan umum, dan mencerdaskan kehidupan bangsa;
3. bahwa pers nasional sebagai wahana komunikasi massa, penyebar informasi, dan pembentuk opini harus dapat melaksanakan asas, fungsi, hak, kewajiban, dan peranannya dengan sebaik-baiknya berdasarkan kemerdekaan pers yang profesional, sehingga harus mendapat jaminan dan perlindungan hukum, serta bebas dari campur tangan dan paksaan dari manapun;
4. bahwa pers nasional berperan ikut menjaga ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial;
5. bahwa Undang-undang Nomor 11 Tahun 1966 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pers sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1967 dan diubah dengan Undang-undang Nomor 21 Tahun 1982 sudah tidak sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman;
6. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b, c, d, dan e, perlu dibentuk Undang-undang tentang Pers;

Mengingat :

1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), Pasal 27, dan Pasal 28 Undang-undang Dasar 1945;
2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia;

Dengan persetujuan

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PERS.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Undang-undang ini, yang dimaksud dengan :

1. Pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia.
2. Perusahaan pers adalah badan hukum Indonesia yang menyelenggarakan usaha pers meliputi perusahaan media cetak, media elektronik, dan kantor berita, serta perusahaan media lainnya yang secara khusus menyelenggarakan, menyiarkan, atau menyalurkan informasi.
3. Kantor berita adalah perusahaan pers yang melayani media cetak, media elektronik, atau media lainnya serta masyarakat umum dalam memperoleh informasi.
4. Wartawan adalah orang yang secara teratur melaksanakan kegiatan jurnalistik.
5. Organisasi pers adalah organisasi wartawan dan organisasi perusahaan pers.
6. Pers nasional adalah pers yang diselenggarakan oleh perusahaan pers Indonesia.
7. Pers asing adalah pers yang diselenggarakan oleh perusahaan asing.
8. Penyensoran adalah penghapusan secara paksa sebagian atau seluruh materi informasi yang akan diterbitkan atau disiarkan, atau tindakan teguran atau peringatan yang bersifat mengancam dari pihak manapun, dan atau kewajiban melapor, serta memperoleh izin dari pihak berwajib, dalam pelaksanaan kegiatan jurnalistik.
9. Pembredelan atau pelarangan penyiaran adalah penghentian penerbitan dan peredaran atau penyiaran secara paksa atau melawan hukum.
10. Hak Tolak adalah hak wartawan karena profesinya, untuk menolak mengungkapkan nama dan atau identitas lainnya dari sumber berita yang harus dirahasiakannya.
11. Hak Jawab adalah seseorang atau sekelompok orang untuk memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya.
12. Hak Koreksi adalah hak setiap orang untuk mengoreksi atau membetulkan kekeliruan informasi yang diberitakan oleh pers, baik tentang dirinya maupun tentang orang lain.
13. Kewajiban Koreksi adalah keharusan melakukan koreksi atau ralat terhadap suatu informasi, data, fakta, opini, atau gambar yang tidak benar yang telah diberitakan oleh pers yang bersangkutan.
14. Kode Etik Jurnalistik adalah himpunan etika profesi kewartawanan.

BAB II

ASAS, FUNGSI, HAK, KEWAJIBAN DAN

PERANAN PERS

Pasal 2

Kemerdekaan pers adalah salah satu wujud kedaulatan rakyat yang berasaskan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan, dan supremasi hukum.

Pasal 3

1. Pers nasional mempunyai fungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, dan kontrol sosial.
2. Disamping fungsi-fungsi tersebut ayat (1), pers nasional dapat berfungsi sebagai lembaga ekonomi.



Pasal 4

1. Kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara.
2. Terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan atau pelarangan penyiaran.
3. Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi.
4. Dalam mempertanggungjawabkan pemberitaan di depan hukum, wartawan mempunyai Hak Tolak.

Pasal 5

1. Pers nasional berkewajiban memberitakan peristiwa dan opini dengan menghormati norma-norma agama dan rasa kesusilaan masyarakat serta asas praduga tak bersalah.
2. Pers wajib melayani Hak Jawab.
3. Pers wajib melayani Hak Tolak.

Pasal 6

Pers nasional melaksanakan peranannya sebagai berikut :

1. memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui;
2. menegakkan nilai-nilai dasar demokrasi, mendorong terwujudnya supremasi hukum, dan Hak Asasi Manusia, serta menghormat kebhinekaan;
3. mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat dan benar;
4. melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum;
5. memperjuangkan keadilan dan kebenaran;

BAB III

WARTAWAN

Pasal 7

1. Wartawan bebas memilih organisasi wartawan.
2. Wartawan memiliki dan menaati Kode Etik Jurnalistik.

Pasal 8

Dalam melaksanakan profesinya wartawan mendapat perlindungan hukum.

BAB IV

PERUSAHAAN PERS

Pasal 9

1. Setiap warga negara Indonesia dan negara berhak mendirikan perusahaan pers.
2. Setiap perusahaan pers harus berbentuk badan hukum Indonesia.

Pasal 10

Perusahaan pers memberikan kesejahteraan kepada wartawan dan karyawan pers dalam bentuk kepemilikan saham dan atau pembagian laba bersih serta bentuk kesejahteraan lainnya.

Pasal 11

Penambahan modal asing pada perusahaan pers dilakukan melalui pasar modal.

Pasal 12

Perusahaan pers wajib mengumumkan nama, alamt dan penanggung jawab secara terbuka melalui media yang bersangkutan; khusus untuk penerbitan pers ditambah nama dan alamat percetakan.

Pasal 13

Perusahaan iklan dilarang memuat iklan :

1. a. yang berakibat merendahkan martabat suatu agama dan atau mengganggu kerukunan hidup antarumat beragama, serta bertentangan dengan rasa kesusilaan masyarakat;
2. b. minuman keras, narkotika, psikotropika, dan zat aditif lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
3. peragaan wujud rokok dan atau penggunaan rokok.

Pasal 14

Untuk mengembangkan pemberitaan ke dalam dan ke luar negeri, setiap warga negara Indonesia dan negara dapat mendirikan kantor berita.

BAB V

DEWAN PERS

Pasal 15

1. Dalam upaya mengembangkan kemerdekaan pers dan meningkatkan kehidupan pers nasional, dibentuk Dewan Pers yang independen.
2. Dewan Pers melaksanakan fungsi-fungsi sebagai berikut :
1. melindungi kemerdekaan pers dari campur tangan pihak lain;
2. melakukan pengkajian untuk pengembangan kehidupan pers;
3. menetapkan dan mengawasi pelaksanaan Kode Etik Jurnalistik;
4. memberikan pertimbangan dan mengupayakan penyelesaian pengaduan masyarakat atas kasus-kasus yang berhubungan dengan pemberitaan pers;
5. mengembangkan komunikasi antara pers, masyarakat, dan pemerintah;
6. memfasilitasi organisasi-organisasi pers dalam menyusun peraturan-peraturan di bidang pers dan meningkatkan kualitas profesi kewartawanan;
7. mendata perusahaan pers;
3. Anggota Dewan Pers terdiri dari :
1. wartawan yang dipilih oleh organisasi wartawan;
2. pimpinan perusahaan pers yang dipilih oleh organisasi perusahaan pers;
3. tokoh masyarakat, ahli di bidang pers dan atau komunikasi, dan bidang lainnya yang dipilih oleh organisasi wartawan dan organisasi perusahaan pers;
4. Ketua dan Wakil Ketua Dewan Pers dipilih dari dan oleh anggota.
5. Keanggotaan Dewan Pers sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) pasal ini ditetapkan dengan Keputusan Presiden.
6. Keanggotaan Dewan Pers berlaku untuk masa tiga tahun dan sesudah itu hanya dapat dipilih kembali untuk satu periode berikutnya.
7. Sumber pembiayaan Dewan Pers berasal dari :
1. organisasi pers;
2. perusahaan pers;
3. bantuan dari negara dan bantuan lain yang tidak mengikat.

BAB VI

PERS ASING

Pasal 16

Peredaran pers asing dan pendirian perwakilan perusahaan pers asing di Indonesia disesuaikan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

BAB VII

PERAN SERTA MASYARAKAT

Pasal 17

1. Masyarakat dapat melakukan kegiatan untuk mengembangkan kemerdekaan pers dan menjamin hak memperoleh informasi yang diperlukan.
2. Kegiatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat berupa :
1. Memantau dan melaporkan analisis mengenai pelanggaran hukum, dan kekeliruan teknis pemberitaan yang dilakukan oleh pers;
2. menyampaikan usulan dan saran kepada Dewan Pers dalam rangka menjaga dan meningkatkan kualitas pers nasional.

BAB VIII

KETENTUAN PIDANA

Pasal 18

1. Setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (Lima ratus juta rupiah).
2. Perusahaan pers yang melanggar ketentuan Pasal 5 ayat (1) dan ayat (2), serta Pasal 13 dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (Lima ratus juta rupiah).
3. Perusahaan pers yang melanggar ketentuan Pasal 9 ayat (2) dan Pasal 12 dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (Seratus juta rupiah).

BAB IX

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 19

1. Dengan berlakunya undang-undang ini segala peraturan perundang-undangan di bidang pers yang berlaku serta badan atau lembaga yang ada tetap berlaku atau tetap menjalankan fungsinya sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti dengan yang baru berdasarkan undang-undang ini.
2. Perusahaan pers yang sudah ada sebelum diundangkannya undang-undang ini, wajib menyesuaikan diri dengan ketentuan undang-undang ini dalam waktu selambat-lambatnya 1 (satu) tahun sejak diundangkannya undang-undang ini.

BAB X

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 20

Pada saat undang-undang ini mulai berlaku :

1. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1966 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pers (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1966 Nomor 40, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2815) yang telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 21 Tahun 1982 tentang Perubahan atas Undang-undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 1966 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pers sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1967 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1982 Nomor 52, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia);
2. Undang-undang Nomor 4 PNPS Tahun 1963 tentang Pengamanan Terhadap Barang-barang Cetakan yang Isinya Dapat Mengganggu Ketertiban Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2533), Pasal 2 ayat (3) sepanjang menyangkut ketentuan mengenai buletin-buletin, surat-surat kabar harian, majalah-majalah, dan penerbitan-penerbitan berkala;

Dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 21

Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Tidak ada komentar: