Kamis, 29 Januari 2009

EFEKTIFITAS PERAN PERS DALAM


AMANDEMEN UUD-45, terutama Amandemen Kedua yang disahkan tanggal 18
Agustus 2000 oleh Sidang Tahunan MPR - RI mengandung arti yang sangat penting dan
strategis bagi peningkatan efektivitas peran pers dalam menunjang dan pemajuan serta
perlindungan Hak-hak Asasi Manusia (HAM). Sebab seperti diketahui, sebelum
amandemen dilakukan, UUD-45 tidak secara rinci memuat tentang HAM bahkan boleh
dibilang sangat sumir. HAM yang sangat sumir itu pun disepakati oleh para perumus
UUD-45 setelah melalui perdebatan yang sengit pada sidang-sidang Badan Penyelidik
Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPK) tahun 1945.
Akan tetapi dengan ditetapkannya secara lebih rinci prinsip-prinsip HAM dalam
UUD-45 pada Sidang Tahunan MPR 2000 akan sangat membantu pers dalam melakukan
pengawasan serta penegakan, termasuk pencegahan pelanggaran HAM. Dibanding
sebelum amandemen, mengingat muatan HAM sangat minim dalam konstitusi proklamasi
itu menyebabkan kontrol pers dalam menegakkan HAM sangat terbatas. Lagi pula peran
pers dalam menegakkan HAM waktu itu menjadi sangat dilematis karena sejumlah
muatan UUD-45 sendiri menimbulkan multi interpretasi mengenai HAM.
Apabila kita mengacu kepada ketentuan UUD-45 sebelum amandemen, maka
berdasarkan Penjelasan hanya ketentuan Pasal 27, 30 dan 31 ayat ( 1 ) yang merupakan
hak-hak warga negara. Seperti diketahui, ketentuan Pasal 27 UUD-45 adalah mengenai
kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan, Pasal 30 mengenai pembelaan
negara dan Pasal 31 ayat (1) mengenai hak mendapat pengajaran. Dengan demikian
tidak heran apabila ada pendapat yang mengatakan hanya ada tiga pasal dalam UUD-45
yang menyinggung masalah HAM.
Penafsiran seperti itu jelas menyulitkan pers dalam mengefektitkan perannya
menegakkan HAM. Sebab sebenarnya pengertian HAM sudah barang tentulah tidak
hanya terbatas kepada kesamaan kedudukan dalam hukum, pembelaan negara dan
mendapatkan pengajaran saja. Karena ruang lingkup HAM jauh lebih luas dari itu. Akan
tetapi kembali di dalam Penjelasan UUD-45 (sebelum amandemen) ditegaskan bahwa
ketentuan pasal 28, 29 ayat (1) dan 34 UUD-45, hanyalah mengenai kedudukan
penduduk.
Dengan kata lain, ketentuan mengenai bak berserikat dan berkumpul,
mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya, Ketuhanan Yang Maha
Esa serta fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara, tidak
termasuk HAM. Sebab dalam penjelasan pasal-pasal itu hanya dikatakan, pasal-pasal,
baik yang hanya mengenai warga negara maupun yang mengenai seluruh penduduk
membuat hasrat bangsa Indonesia untuk membangunkan negara yang bersifat
demokratis dan yang hendak menyelenggarakan keadilan sosial dan perikemanusiaan.
Minimnya pengaturan HAM dalam UUD-45 di satu sisi serta timbulnya
multiinterpretasi atas ketentuan konstitusi proklamasi itu di sisi lain, menyebabkan peran
pers dalam mendorong dan memajukan penegakan HAM menjadi kurang optimal. Betapa
tidak karena kalau kita mengacu pada Penjelasan UUD-45 yang tidak mengakui
ketentuan Pasal 28 UUD-45 sebagai sumber hukum kebebasan pers, tergolong HAM,
maka dapat dimengerti apabila peran pers dalam mendukung dan memajukan HAM
kurang efektif.
Namun dengan amandemen UUD-45 terutama Amandemen Kedua pada Sidang
Tahunan MPR-RI 2000, sangat diharapkan peran pers dalam mendukung dan mendorong
pemajuan HAM lebih efektif. Satu dan lain hal karena UUD-45 setelah amandemen telah
memuat sejumlah pasal mengenai HAM. Bahkan hasil amandemen UUD-45 telah
menetapkan Bab tersendiri mengenai HAM yaitu BAB X tentang Hak Asasi Manusia.
Dibanding UUD-45 sebelum amandemen, sama sekali tidak mengatur secara
khusus dan dalam Bab tersendiri mengenai HAM, melainkan pengaturan HAM yang
sangat minim itu digabung dalam BAB X tentang Warga Negara.

Analisis saya:
Jdi setelah adanya perubahan amandemen maka
akan sangat membantu peran pers dalam menunjang pemajuan dan perlindungan HAM.pers dengan mudah dapat
mengenali mana tindakan serta kebijakan yang sesuai dengan nilai-nilai HAM dan mana
tindakan serta kebijakan yang tidak menunjang dan menghormati HAM dan oleh karena
ita harus dikritisi serta dikoreksi pers.selam ini kita juga dapat melihat banyak kasus yang terbongkar mengenai HAM itu sendiri yang mempublikasikan ke media masa,maupin elektronik itu sendiri adalah peranan pers oleh karena itu peranan pers sangat mendukung sekali menyangkut dalam HAM.

Teori Yang Menguatkan: tiga pilar utama yang menjadi acuan atau pegangan
pokok para wartawan supaya berhasil dalam menjalankan tugas-tugas jurnalistiknya.
Ketiga pilar utama dimaksud disebut di bawah ini.
a. Norma etik
Seperti diketahui, kode etik adalah rambu-rambu, kaidah penuntun sekaligus pemberi
arah kepada para wartawan tentang apa yang seharusnya dilakukan dan tentang apa
yang seharusnya tidak dilakukan dalam menjalankan tugas-tugas jurnalistiknya.
Sebagai kode perilaku mengenai yang baik dan yang buruk akan sangat membantu
para wartawan dalam menunaikan tugasnya dengan baik.
Bisa dibayangkan bagaimana jadinya apabila para wartawan dalam menjalankan
tugas-tugas jurnalistiknya tidak berpedoman pada kode etik. Hampir dapat dipastikan
pemberitaan pers tersebut menjadi anarkis dan bersifat teror.
Oleh karena itu kita sependapat dengan tokoh pers nasional almarhum Mahbub
Djunaedi yang mengatakan, kode etik jurnalistik dibuat untuk menghindari wartawan
menjadi teroris. Pendapat tokoh pers nasional ini sangat aktual dan relevan
dikemukakan mengingat akhir-akhir ini ada tuduhan sementara kalangan masyarakat
yang mengatakan media tertentu telah mempraktekkan apa yang disebut "jurnalisme
anarki", "jurnalisme teror", "jurnalisme provokasi", "jurnalisme pelintir" dan lain-lain citra
negatif yang sangat menyudutkan pers.
b. Norma hukum
Akan tetapi dalam praktek ternyata pilar utama kode etik saja tidak cukup. Mutlak
diperlukan pilar utama kedua yaitu norma hukum. Sebab sekalipun wartawan telah
menjalankan tugasnya sesuai kode etik, namun tetap saja tidak lepas dari jeratan
hukum apabila tidak mengindahkan norma hukum.
Memang seperti diketahui, norma etik dan norma hukum sangat erat kaitannya. Sebab
hal-hal yang dilarang oleh norma etik juga dilarang oleh norma hukum. Demikian
sebaliknya, hal-hal yang dilarang oleh norma hukum juga dilarang oleh norma etik.
Meski demikan perlu dicatat norma etik dan norma hukum tidak identik. Karena bisa
terjadi dalam keadaan darurat atau force majeure dan dalam keadaan membela diri
dapat mencelakai atau menghilangkan nyawa orang lain, tapi secara hukum dapat
dimaafkan. Namun tindakan itu tetap saja tidak dapat dimaafkan menurut norma etik.
Berbicara mengenai norma hukum, sudah barang tentulah dalam pengertian luas.
Termasuk yang dimaksud di sini nilai-nilai HAM. Dikaitkan dengan peran pers berarti
ikut menegakkan, mengawasi dan mencegah terjadinya pelanggaran HAM.
c. Profesionalisme.
Ternyata dalam praktek, pilar utarna norma etik dan norma hukum saja tidak
sepenuhnya menjamin terlaksananya tugas-tugas jurnalistik para wartawan dengan
baik. Sebab selain mengacu pada pilar utama norma etik dan norma hukum, mutlak
diperlukan profesionalisme. Yaitu keterampilan atau keahlian serta kemampuan yang
prima bagi para wartawan untuk mengemas, meramu dan mengolah informasi
sedemikian rupa sehingga dapat dicerna dan diterima oleh khalayak dengan baik,
tidak terkontaminasi oleh opini pembuat berita dan hal-hal lain yang tidak sesuai
dengan kenyataan.
UU Yang menyangkut peran PERS:
Menimbang :

1. bahwa kemerdekaan pers merupakan salah satu wujud kedaulatan rakyat dan menjadi unsur yang sangat penting untuk menciptakan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang demokratis, sehingga kemerdekaan mengeluarkan pikiran dan pendapata sebagaimana tercantum dalam Pasal 28 Undang-undang Dasar 1945 harus dijamin;
2. bahwa dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang demokratis, kemerdekaan menyatakan pikiran dan pendapat sesuai dengan hati nurani dan hak memperoleh informasi, merupakan hak asasi manusia yang sangat hakiki, yang diperlukan untuk menegakkan keadilan dan kebenaran, memajukan kesejateraan umum, dan mencerdaskan kehidupan bangsa;
3. bahwa pers nasional sebagai wahana komunikasi massa, penyebar informasi, dan pembentuk opini harus dapat melaksanakan asas, fungsi, hak, kewajiban, dan peranannya dengan sebaik-baiknya berdasarkan kemerdekaan pers yang profesional, sehingga harus mendapat jaminan dan perlindungan hukum, serta bebas dari campur tangan dan paksaan dari manapun;
4. bahwa pers nasional berperan ikut menjaga ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial;
5. bahwa Undang-undang Nomor 11 Tahun 1966 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pers sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1967 dan diubah dengan Undang-undang Nomor 21 Tahun 1982 sudah tidak sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman;
6. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b, c, d, dan e, perlu dibentuk Undang-undang tentang Pers;

Mengingat :

1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), Pasal 27, dan Pasal 28 Undang-undang Dasar 1945;
2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia;

Dengan persetujuan

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PERS.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Undang-undang ini, yang dimaksud dengan :

1. Pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia.
2. Perusahaan pers adalah badan hukum Indonesia yang menyelenggarakan usaha pers meliputi perusahaan media cetak, media elektronik, dan kantor berita, serta perusahaan media lainnya yang secara khusus menyelenggarakan, menyiarkan, atau menyalurkan informasi.
3. Kantor berita adalah perusahaan pers yang melayani media cetak, media elektronik, atau media lainnya serta masyarakat umum dalam memperoleh informasi.
4. Wartawan adalah orang yang secara teratur melaksanakan kegiatan jurnalistik.
5. Organisasi pers adalah organisasi wartawan dan organisasi perusahaan pers.
6. Pers nasional adalah pers yang diselenggarakan oleh perusahaan pers Indonesia.
7. Pers asing adalah pers yang diselenggarakan oleh perusahaan asing.
8. Penyensoran adalah penghapusan secara paksa sebagian atau seluruh materi informasi yang akan diterbitkan atau disiarkan, atau tindakan teguran atau peringatan yang bersifat mengancam dari pihak manapun, dan atau kewajiban melapor, serta memperoleh izin dari pihak berwajib, dalam pelaksanaan kegiatan jurnalistik.
9. Pembredelan atau pelarangan penyiaran adalah penghentian penerbitan dan peredaran atau penyiaran secara paksa atau melawan hukum.
10. Hak Tolak adalah hak wartawan karena profesinya, untuk menolak mengungkapkan nama dan atau identitas lainnya dari sumber berita yang harus dirahasiakannya.
11. Hak Jawab adalah seseorang atau sekelompok orang untuk memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya.
12. Hak Koreksi adalah hak setiap orang untuk mengoreksi atau membetulkan kekeliruan informasi yang diberitakan oleh pers, baik tentang dirinya maupun tentang orang lain.
13. Kewajiban Koreksi adalah keharusan melakukan koreksi atau ralat terhadap suatu informasi, data, fakta, opini, atau gambar yang tidak benar yang telah diberitakan oleh pers yang bersangkutan.
14. Kode Etik Jurnalistik adalah himpunan etika profesi kewartawanan.

BAB II

ASAS, FUNGSI, HAK, KEWAJIBAN DAN

PERANAN PERS

Pasal 2

Kemerdekaan pers adalah salah satu wujud kedaulatan rakyat yang berasaskan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan, dan supremasi hukum.

Pasal 3

1. Pers nasional mempunyai fungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, dan kontrol sosial.
2. Disamping fungsi-fungsi tersebut ayat (1), pers nasional dapat berfungsi sebagai lembaga ekonomi.



Pasal 4

1. Kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara.
2. Terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan atau pelarangan penyiaran.
3. Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi.
4. Dalam mempertanggungjawabkan pemberitaan di depan hukum, wartawan mempunyai Hak Tolak.

Pasal 5

1. Pers nasional berkewajiban memberitakan peristiwa dan opini dengan menghormati norma-norma agama dan rasa kesusilaan masyarakat serta asas praduga tak bersalah.
2. Pers wajib melayani Hak Jawab.
3. Pers wajib melayani Hak Tolak.

Pasal 6

Pers nasional melaksanakan peranannya sebagai berikut :

1. memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui;
2. menegakkan nilai-nilai dasar demokrasi, mendorong terwujudnya supremasi hukum, dan Hak Asasi Manusia, serta menghormat kebhinekaan;
3. mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat dan benar;
4. melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum;
5. memperjuangkan keadilan dan kebenaran;

BAB III

WARTAWAN

Pasal 7

1. Wartawan bebas memilih organisasi wartawan.
2. Wartawan memiliki dan menaati Kode Etik Jurnalistik.

Pasal 8

Dalam melaksanakan profesinya wartawan mendapat perlindungan hukum.

BAB IV

PERUSAHAAN PERS

Pasal 9

1. Setiap warga negara Indonesia dan negara berhak mendirikan perusahaan pers.
2. Setiap perusahaan pers harus berbentuk badan hukum Indonesia.

Pasal 10

Perusahaan pers memberikan kesejahteraan kepada wartawan dan karyawan pers dalam bentuk kepemilikan saham dan atau pembagian laba bersih serta bentuk kesejahteraan lainnya.

Pasal 11

Penambahan modal asing pada perusahaan pers dilakukan melalui pasar modal.

Pasal 12

Perusahaan pers wajib mengumumkan nama, alamt dan penanggung jawab secara terbuka melalui media yang bersangkutan; khusus untuk penerbitan pers ditambah nama dan alamat percetakan.

Pasal 13

Perusahaan iklan dilarang memuat iklan :

1. a. yang berakibat merendahkan martabat suatu agama dan atau mengganggu kerukunan hidup antarumat beragama, serta bertentangan dengan rasa kesusilaan masyarakat;
2. b. minuman keras, narkotika, psikotropika, dan zat aditif lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
3. peragaan wujud rokok dan atau penggunaan rokok.

Pasal 14

Untuk mengembangkan pemberitaan ke dalam dan ke luar negeri, setiap warga negara Indonesia dan negara dapat mendirikan kantor berita.

BAB V

DEWAN PERS

Pasal 15

1. Dalam upaya mengembangkan kemerdekaan pers dan meningkatkan kehidupan pers nasional, dibentuk Dewan Pers yang independen.
2. Dewan Pers melaksanakan fungsi-fungsi sebagai berikut :
1. melindungi kemerdekaan pers dari campur tangan pihak lain;
2. melakukan pengkajian untuk pengembangan kehidupan pers;
3. menetapkan dan mengawasi pelaksanaan Kode Etik Jurnalistik;
4. memberikan pertimbangan dan mengupayakan penyelesaian pengaduan masyarakat atas kasus-kasus yang berhubungan dengan pemberitaan pers;
5. mengembangkan komunikasi antara pers, masyarakat, dan pemerintah;
6. memfasilitasi organisasi-organisasi pers dalam menyusun peraturan-peraturan di bidang pers dan meningkatkan kualitas profesi kewartawanan;
7. mendata perusahaan pers;
3. Anggota Dewan Pers terdiri dari :
1. wartawan yang dipilih oleh organisasi wartawan;
2. pimpinan perusahaan pers yang dipilih oleh organisasi perusahaan pers;
3. tokoh masyarakat, ahli di bidang pers dan atau komunikasi, dan bidang lainnya yang dipilih oleh organisasi wartawan dan organisasi perusahaan pers;
4. Ketua dan Wakil Ketua Dewan Pers dipilih dari dan oleh anggota.
5. Keanggotaan Dewan Pers sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) pasal ini ditetapkan dengan Keputusan Presiden.
6. Keanggotaan Dewan Pers berlaku untuk masa tiga tahun dan sesudah itu hanya dapat dipilih kembali untuk satu periode berikutnya.
7. Sumber pembiayaan Dewan Pers berasal dari :
1. organisasi pers;
2. perusahaan pers;
3. bantuan dari negara dan bantuan lain yang tidak mengikat.

BAB VI

PERS ASING

Pasal 16

Peredaran pers asing dan pendirian perwakilan perusahaan pers asing di Indonesia disesuaikan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

BAB VII

PERAN SERTA MASYARAKAT

Pasal 17

1. Masyarakat dapat melakukan kegiatan untuk mengembangkan kemerdekaan pers dan menjamin hak memperoleh informasi yang diperlukan.
2. Kegiatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat berupa :
1. Memantau dan melaporkan analisis mengenai pelanggaran hukum, dan kekeliruan teknis pemberitaan yang dilakukan oleh pers;
2. menyampaikan usulan dan saran kepada Dewan Pers dalam rangka menjaga dan meningkatkan kualitas pers nasional.

BAB VIII

KETENTUAN PIDANA

Pasal 18

1. Setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (Lima ratus juta rupiah).
2. Perusahaan pers yang melanggar ketentuan Pasal 5 ayat (1) dan ayat (2), serta Pasal 13 dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (Lima ratus juta rupiah).
3. Perusahaan pers yang melanggar ketentuan Pasal 9 ayat (2) dan Pasal 12 dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (Seratus juta rupiah).

BAB IX

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 19

1. Dengan berlakunya undang-undang ini segala peraturan perundang-undangan di bidang pers yang berlaku serta badan atau lembaga yang ada tetap berlaku atau tetap menjalankan fungsinya sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti dengan yang baru berdasarkan undang-undang ini.
2. Perusahaan pers yang sudah ada sebelum diundangkannya undang-undang ini, wajib menyesuaikan diri dengan ketentuan undang-undang ini dalam waktu selambat-lambatnya 1 (satu) tahun sejak diundangkannya undang-undang ini.

BAB X

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 20

Pada saat undang-undang ini mulai berlaku :

1. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1966 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pers (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1966 Nomor 40, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2815) yang telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 21 Tahun 1982 tentang Perubahan atas Undang-undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 1966 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pers sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1967 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1982 Nomor 52, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia);
2. Undang-undang Nomor 4 PNPS Tahun 1963 tentang Pengamanan Terhadap Barang-barang Cetakan yang Isinya Dapat Mengganggu Ketertiban Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2533), Pasal 2 ayat (3) sepanjang menyangkut ketentuan mengenai buletin-buletin, surat-surat kabar harian, majalah-majalah, dan penerbitan-penerbitan berkala;

Dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 21

Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

baca selengkapnya

Jumat, 19 Desember 2008

HIDUP HANYA SEKALI,KITA HARUS SUKSES

Anak-anak muda gagal bergelimpangan di negeri ini,mereka mengisi hari-harinya dengan kosong tanpa asa.banyak di antara mereka mengisi harinya tanpa manfaat.mereka bahkan tak tahu apa yang harus di perbuat.bahkan mereka tak tau untuk apa sesungguhnya kehadiran mereka diatas bumi ini.maka akan anda temukan anak muda yang ogah belajar dengan serius.akan kita lihat anak muda duduk-duduk sepanjang hari,mengisi hari dengan menuggu waktu berlalu.Akan kita dapati pula pemuda yang bekerja namun tanpa semangat.mereka hanya berharap waktu mereka habis dengan bekerja.
tidak sayangkah mereka waktu mereka habis tanpa makna?dan tanpa keberhasilan?
pakar menajemen indonesia,Rhenald Kasali berkata"sejauh manapun penyimpangan anda,putar haluan sekarang juga"saatnya berbalik arah.raihlah kesuksesan!hidup hanya sekali,alngkah ruginya kta jika sukses tak di raih!

baca selengkapnya

Senin, 15 Desember 2008

97,05 % mahasiswi yogya tak perawan

Psikolog UGM: Awasi Kos-kosan!
Reporter : Bagus Kurniawan

detikcom - Yogyakarta, Apa yang salah sehingga 97,05% mahasiswi Yogyakarta hilang kegadisannya? Menurut psikolog sosial asal UGM, Mohammad As’ad, hal itu terjadi karena suasana kos-kosan yang mendukung, tanpa kontrol. Karena itu, guna mengatasinya ya perlu dilakukan pengawasan pengelolaan kos-kosan.

“Kasus ini sangat memprihatinkan," komentarnya pada detikcom per telepon, Jumat (2/8/2002). Berdasarkan pengamatan As'ad, Yogya sekitar sejak 2 tahun lalu memang terjadi perubahan besar. Terutama perilaku mahasiswa.

"Ini diakibatkan terjadinya pergeseran dalam perilaku permisif atau serba boleh. Dan juga ada perubahan orientasi dalam pengelolaan kos-kosan. Sehingga hubungan induk semang dan penghuni kos hanya bersifat ekonomis yaitu antara penjual dan konsumen, tanpa memperhatikan nilai-nilai sosial yang ada,” papar As’ad.

Menurutnya, dulu kalau orang kos di Yogyakarta, hubungan sosialnya sangat dekat dengan pemilik rumah maupun dengan masyarakat. Namun sekarang ini telah berubah. “Dengan pemilik rumah pun kadang-kadang tidak kenal, apalagi dengan warga sekitar,” kata As’ad.

Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sarjana Wiyata Taman Siswa ini juga menyatakan, terjadinya perubahan perilaku seksual ini berbanding lurus dengan merebaknya kasus narkoba di Yogyakarta yang diakibatkan perilaku yang serba boleh tanpa ada yang mengontrol.

Namun di sisi lain, menurut As’ad, selain diakibatkan pergaulan bebas, juga dipengaruhi media televisi yang menyuguhkan gambar-gambar yang sedikit meresahkan. “Untuk menangani itu, saya mengusulkan pertama kali yang harus dibenahi adalah dalam pengelolaan kos-kosan, sedikit banyak Pemda setempat bisa membuat Perda mengenai kos-kosan. Sebab sampai saat ini dasar usaha kos-kosan terbebas pajak. Padahal di wilayah Sleman dan Kodya Yogyakarta banyak pemilik kos-kosan yang mempunyai kamar 30-60 kamar. Dan itu tanpa pajak,” papar As’ad.

Di samping kos-kosan yang perlu diawasi, di Yogya berkembang rumah kontrakan yang ditempati mahasiswa secara campur. “Itu yang sekarang menjadi penyebab freesex,” demikian As’ad.







97,05% Mahasiswi di Yogyakarta Hilang Kegadisannya
Reporter : Bagus Kurniawan

detikcom - Yogyakarta, Sungguh mencengangkan dan mengerikan mengetahui kehidupan seks mahasiswi di kota pelajar Yogyakarta. Suatu penelitian yang dilakukan oleh Lembaga Studi Cinta dan Kemanusiaan serta Pusat Pelatihan Bisnis dan Humaniora (LSCK PUSBIH) menunjukkan hampir 97,05 persen mahasiswi di Yogyakarta sudah hilang keperawanannya saat kuliah.

Yang lebih mengenaskan, semua responden mengaku melakukan hubungan seks tanpa ada paksaan. Semua dilakukan atas dasar suka sama suka dan adanya kebutuhan. Selain itu, ada sebagian responden mengaku melakukan hubungan seks dengan lebih dari satu pasangan dan tidak bersifat komersil.

Hal itu dikemukakan Direktur Eksekutif LSCK PUSBIH, Iip Wijayanto, kepada wartawan di gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Jl. Malioboro, Yogyakarta, Kamis (1/8/2002).

Menurut Iip, penelitian itu dilakukan selama 3 tahun mulai Juli 1999 hingga Juli 2002, dengan melibatkan sekitar 1.660 responden yang berasal dari 16 perguruan tinggi baik negeri maupun swasta di Yogya. Dari 1.660 responden itu, 97,05 persen mengaku sudah hilang keperawanannya saat kuliah.

Hanya ada tiga responden atau 0,18 persen saja yang mengaku sama sekali belum pernah melakukan kegiatan seks, termasuk masturbasi. "Ketiga responden itu juga mengaku sama sekali belum pernah mengakses tontonan maupun bacaan berbau seks," ungkapnya.

Menurut Iip, berdasarkan hasil tersebut, total responden yang belum pernah melakukan kegiatan seks berpasangan hanya 2,95 persen atau 2,77 persen ditambah 0,18 persen. Sementara sebanyak 97,05 persen telah melakukan kegiatan seks berpasangan. Sebanyak 73 persen menggunakan metode coitus interuptus. Selebihnya menggunakan alat kontrasepsi yang dijual bebas di pasaran.

Selain itu, hanya ditemukan 46 mahasiswi atau 2,77 persen responden saja yang belum pernah melakukan seks berpasangan di bawah level petting seks. "Alasan mereka tidak melakukan seks berpartner, selain takut kepada orang tuanya, mereka juga masih berpikir untuk menjadi contoh adik-adiknya," kata Iip.

Apabila dilihat tempat mereka melakukannya, lanjut Iip, sebanyak 63 persen melakukan kegiatan seks di tempat kost pria pasangannya. Sebanyak 14 persen dilakukan di tempat kost putri atau rumah kontrakannya. Selanjutnya 21 persen di hotel kelas melati yang tersebar di kota Yogya dan 2 persen lagi di tempat wisata yang terbuka.

Yang lebih mencengangkan lagi, tempat yang digunakan untuk melakukan seks hampir sebagian besar berada di wilayah Jalan Kaliurang dan Jalan Gejayan yang merupakan kawasan kos-kosan terbesar bagi mahasiswa yang kuliah di PTN dan PTS terbesar di Yogya.

Iip menambahkan, sebanyak 98 persen responden juga mengaku pernah melakukan aborsi. Sebanyak 23 responden di antaranya mengaku telah melakukan aborsi lebih dari satu kali. Sementara 12 responden lagi mengaku lebih dari dua kali. Mereka mengaku melakukan aborsi dengan cara mengkonsumsi obat flu dan ragi dalam jumlah besar.

Agar tidak ketahuan pemilik kos ataupun petugas ronda kampung, responden mengaku mengakali dengan cara memasukkan pasangannya sejak pukul 07.00 WIB dan baru keluar atau pulang pada pukul 21.00 malam.(bgs, ani)


INILAH SURVEI KEPERAWANAN di YOGYAKARTA
Detik.com
Sungguh mencengangkan mengetahui kehidupan seks mahasiswi di kota pelajar Yogyakarta. Suatu penelitian yang dilakukan oleh Lembaga Studi Cinta dan Kemanusiaan serta Pusat Pelatihan Bisnis dan Humaniora (LSCK PUSBIH) menunjukkan hampir 97,05 persen mahasiswi di Yogyakarta sudah hilang keperawanannya saat kuliah.
Penelitian ini dipaparkan dalam jumpa pers Kamis (1/8/2002). Berikut naskah komplet hasil penelitian yang disebarkan pada wartawan:
Bismillahirrahmanirrahim
97 Persen Mahasiswi Di Yogyakarta,
Sudah Kehilangan "Virginitas (Keperawanan)"
Lembaga Studi Cinta dan Kemanusiaan serta Pusat Pelatihan Bisnis dan Humaniora
I. TUJUAN PENELITIAN
A. Konteks Penelitian
Penelitian ini dilakukan utnuk mengetahui sejauh mana kerusakan dan dekadensi moral yang sudah terjadi di tengah-tengah generasi muda kita, khususnya pada jenjang usia (data interval) antara 17 tahun - 23 tahun atau sering diistilahkan sebagai usia rata-rata mahasiswa kita dalam menuntut ilmu di jenjang perguruan tinggi. Mengapa ini sangat perlu dilakukan? Kami memiliki beberapa alasan:
• Penetrasi pornografi yang meningkat pesat melalui jaringan penyewaan VCD porno (model semi-triple), buku dan majalah porno lokal maupun impor dan masih banyak lagi.
• Maraknya aksi seks di kost-kostan yang hampir merata di seluruh wilayah pemukiman mahasiswa yang ada di Jogjakarta.
• Meningkatnya tingkat aborsi, khususnya di region Jawa Tengah dalam kurun waktu tiga tahun terakhir ini yang dilakukan oleh kelompok usia sasaran penelitian.
• Meningkatnya kegiatan prostitusi yang dilakukan oleh mahasiswi-mahasiswi, dalam berbagai tingkatan status dari penjaja seks sosial, penjaja seks suka sama suka hingga yang murni komersial.
• Meningkatnya tingkat peredaran narkoba sebagai fasilitas pendukung untuk dapat menikmati seks lebih maksimal.
• Meningkatnya kegiatan kumpul kebo, terlembaga atau pun tidak.
Atas dasar alasan-alasan inilah kami terpanggil untuk melakukan penelitian ini, agar dapat ditemukan berbagai treatment, formulasi serta langkah-langkah antisipatif untuk merespon perubahan yang sangat cepat ini.
B. Fokus Penelitian
Adapun kami memfokuskan penelitian ini kepada komunitas mahasiswi yang tersebar di seluruh institusi perguruan tinggi di Jogjakarta. Pemilihan kelompok sasaran perjenis kelamin ini adalah karena pada umumnya secara psikologis mereka dapat lebih jujur dalam memberikan data yang kami butuhkan. Selain itu kegiatan seks penuh (intercourse sex) harus dilakukan berpartner sehingga dari sana secara langsung dapat diketahui seberapa banyak pelaku kegiatan seks di luar nikah itu dari kelompok sasaran lawan jenisnya yang bisa jadi dalam deret hitung atau bahkan deret kali.
Sedangkan untuk wilayah, kami memilih Jogjakarta karena secara geografis sebaran lokasi perguruan tinggi tidak terlalu menyulitkan untuk dapat dicapai dalam waktu cepat selain kendala finansial yang memang dialami oleh banyak peneliti, khususnya para peneliti sosial.
II.STUDI PENDAHULUAN
Untuk mendukung akurasi dan tingkat keilmiahan penelitian kami ini, kami membuat kerangka kerja dalam penelitian kami ini yang meliputi:
Metode yang digunakan
Jenis metode yang digunakan adalah Metode Penelitian Deskriptif Survei, meliputi :
Pendekatan menurut teknik sampling.
Pendekatan menurut timbulnya variable.
Pendekatan menurut pola-pola atau sifat non-eksperimen.
Pendekatan menurut model pengembangan atau model pertumbuhan.
Sumber data
Kami membuat beberapa kuisioner tertutup dan lebih spesifik melalui wawancara, sehingga sumber data kami dapat disebut sebagai: responden (orang yang menjawab pertanyaan peneliti, lisan atau pun tulisan)
Teknik analisis data
Untuk menghindari terjadinya garbage in garbage out (data yang kita olah tidak jelas, akan menghasilkan sesuatu yagn tidak jelas) maka kami menggunakan teknik analisis yang digunakan oleh Denzin dan Lincoln, 1994:429 yang meliputi: koleksi data; display data; reduksi data dan kesimpulan penggambaran/vertifikasi.
Jadwal dan waktu pelaksanaan
Penelitian, analisis dan evaluasi akhir kami lakukan mulai dari tanggal 16 Juli 1999 hingga tanggal 16 Juli 2002 atau sekitar 3 (tiga) tahun. Mengapa terlalu lama, karena kami menetapkan standar yang tinggi untuk setiap data yang kami kumpulkan serta jumlah responden yang cukup mewakili. Selain itu, untuk setiap responden dibutuhkan waktu yang tidak sebentar untuk dapat mengeluarkan statement jujur.
III. RUMUSAN MASALAH
A. Deskripsi Informasi
Pada paruh tahun 1999, kami membaca di salah satu surat kabar bahwa hampir 50% mahasiswa di Yogyakarta pernah melakukan kegiatan sexintercourse. Statemen ini tentunya ibarat gunung es karena ternyata kalau kita lihat terus ke belakang, ternyata angka peningkatannya bukan lagi deret hitung tapi deret kali. Dan data-data ini signifikan.
Lebih jauh karena fungsi Yogyakarta sendiri sebagai kota pendidikan sehingga ketika muncul temuan seperti ini maka banyak sekali hal-hal yang harus kita kaji ulang. Sebagai contoh dengan kegiatan visit-tourism, di satu sisi itu adalah devisa namun pernahkah kita memperhitungkan penetrasi budaya yang ditularkan dari wisatawan manca tadi kepada penduduk lokal yang ternyata jika kita mau mengkajinya lebih jernih bahwa kerugian kita akibat erosi moral ini ke depannya akan jauh lebih mahal ketimbang jumlah orientasi materi yang dapat kita raih. Dan semuanya adalah ongkos sosial yang sangat mahal untuk ditebus oleh anak cucu kita.
A. Deskripsi Penemuan
Terlalu banyak temuan yang sangat memilukan, yang kami temukan selama kegiatan penelitian ini berlangsung. Secara keseluruhan kami melibatkan 2.000 responden yang berasal dari 16 institusi perguruan tinggi yang tersebar di seluruh Yogyakarta. Dari angka tersebut, kami berhasil mendapatkan responden yang bersedia untuk menjadi pemasok data sejumlah 1.660 orang responden atau sekitar 83% dari target awal.
Kemudian kami menetapkan angka 1.660 responden inilah sebagai keseluruhan data yang akan dianalisis. Berbagai temuan yang terkadang terlihat lucu tapi terasa sangat pedih itu, dan setidaknya perlu kami masukkan dalam tulisan report ini sebagai bahan perenungan kita bersama diantaranya :
• Hampir semua responden pernah melakukan kegiatan seks, baik itu yang sifatnya self service maupun berpartner.
• Kegiatan aborsi berbahaya dan berisiko tinggi yang dilakukan hampir oleh seluruh mereka yang mendapat kehamilah di luar nikah. Salah satu contoh dengan menelan obat flu dan ragi dalam jumlah besar.
• Tidak ditemukan tindakan pemaksaan dalam kegiatan seks tadi, atau semuanya dilakukan atas dasar suka sama suka.
• Rata-rata sudah pernah melakukan tindakan seks hingga tingkat petting, oral seks dan anal seks.
• 25% dari total responden (415) bahkan sudah melakukannya dengan lebih dari satu partner.
C. Analisis Data
Total Responden: 1660 orang
Data nominal (discrete)
Teknis : Cluster Random
Analisis :
Hanya ditemukan 3 orang saja responden yang mengaku sama sekali belum pernah melakukan kegiatan seks, termasuk juga kegiatan seks self service (masturbasi). Jadi hanya terdapat angka 0,18% responden yang sama sekali belum pernah melakukan kegiatan seks tadi. Ke-3 responden tadi juga mengaku sama sekali belum pernah mengakses tontonan maupun bacaan erotis.
Hanya ditemukan 46 orang yang belum pernah melakukan kegiatan seks berpartner di bawah level petting sex. Jadi sekitar 2,77% saja. Total dengan responden sebelumnya, jumlah responden yang belum pernah melakukan kegiatan seks berpartner : 2,77% + 0,18% = 2,95% saja. Jadi 97,05% mahasiswi di Yogyakarta pernah melakukan kegiatan sexintercourse pranikah atau 97,05% mahasiswi di Yogyakarta sudah kehilangan kegadisannya dalam proses studinya.
100% dari 97,05% data responden itu mengakui kehilangan keperawanannya (virginitas) dalam periodisasi waktu kuliahnya.
73% menggunakan metode coitus interupt sedangkan selebihnya menggunakan alat kontrasepsi yang dijual bebas.
63% responden melakukan kegiatan seks di kos-kosan partner seks prianya. 14% responden mengaku melakukan kegiatan seks di kos-kosan atau kontrakan yang disewanya. 21% mengaku melakukan kegiatan seks di hotel kelas melati. 2% responden melakukan kegiatan seks di tempat-tempat wisata yang terbuka.
Dari 1660 responden, 23 orang diantaranya mengaku telah melakukan kegiatan kumpul kebo atau tinggal serumah tanpa ikatan pernikahan selama lebih dari 2 tahun (1,386%). 5 orang (0,3%) diantaranya mengaku mendapatkan izin dari orangtua si responden. 2 orang diantaranya (0,12%) bahkan tinggal seatap dengan orangtua dari salah satu pihak, dan kegiatan seksnya diketahui oleh orangtua tanpa treatment pernikahan.
1.417 responden (85,36%) mengakui tidak punya aktivitas lain selain kuliah.
98 responden (5,90%) mengaku pernah melakukan aborsi.
23 responden (1,38%) dari 98 responden itu mengaku pernah melakukan aborsi lebih dari satu kali.
12 responden (0,72%) dari 98 responden itu mengaku pernah melakukan aborsi lebih dari dua kali.
D. Hipotesis
99,82% mahasiswi di Yogyakarta sudah mengenal seks dan pernah melakukan kegiatan yang mengarah ke sana. 97,05% mahasiswi di Yogyakarta sudah kehilangan virginitas melalui kegiatan intercourse-seks.
D.Hipotesis:
Dengan kemajuan teknologi informasi yang luar biasa dan tatanan dunia global, seks telah menjadi kebutuhan pokok pada usia yang sangat dini. Keterangan : Usia dini di sini bukanlah kematangan organ seks, tapi kematangan psikis untuk menghadapi risiko dan konsekuensi akibat kegiatan seks tadi.
Sistem pendidikan kita telah gagal mencerdaskan moral anak bangsa
IV. KESIMPULAN, SARAN DAN REKOMENDASI
Kesimpulan:
• 97,05% mahasiswi di Yogyakarta sudah tidak perawan.
• Virginitas/ keperawanan bukanlah sesuatu yang sangat penting lagi pada saat ini.
• Paradigma budaya kita sudah bergeser jauh.
• Rambu-rambu agama sudah ditinggalkan.
• Bangsa kita sedang mengalami proses erosi moral yang luar biasa menakutkan. Dengan kualitas generasi muda ang bobrok seperti ini, dapat dibayangkan betapa mengerikannya masa depan kita 20 tahun ke depan.
Saran dan Rekomendasi:
• Harus sesegera mungkin dibuat Perda tentang pengelolaan pemukiman komersial.
• Standar paradigmatik usia menikah harus mulai diturunkan untuk mengantisipasi kegiatan seks di luar nikah.
• Peraturan yang melarang seorang pelajar menikah harus direvisi.
• Peraturan, persyaratan dan biaya pernikahan yang ditetapkan oleh pemerintah harus diturunkan.
• Departemen Agama harus mengkaji untuk menginstitusikan lembaga nikah siri


baca selengkapnya

Jumat, 05 Desember 2008

kisah para sahabat

Sid bin Musayyab menceritakan bahwa ia dan para sahabat menziarahi makam-makam di Madinah bersama `Ali. All lalu berseru, "Wahai para penghuni kubur, semoga dan rahmat dari Allah senantiasa tercurrah kepada kalian, beritahukanlah keadaan kalian kepada kami atau kami akan memberitahukan kcadaan kami kepada kalian." Lalu terdengar jawaban, "Semoga keselamatan, rahmat, dan berkah dari Allah senantiasa tercurah untukmu, wahai amirul mukminin. Kabarkan kepada kami tentang hal-hal yang terjadi setelah kami." All berkata, "Istri-istri kalian sudah menikah lagi, kekayaan kalian sudah dibagi, anak-anak kalian berkumpul dalam kelompok anak-anak yatim, bangunan-bangunan yang kalian dirikan sudah ditempati musuh-musuh kalian. Inilah kabar dari kami, lalu bagaimana kabar kalian?" Salah satu mayat menjawab, "Kain kafan telah koyak, rambut telah rontok, kulit mengelupas, biji mata terlepas di atas pipi, hidung mengalirkan darah dan nanah. Kami mendapatkan pahala atas kebaikan yang kami lakukan dan mendapatkan kcrugian atas kewajiban yang yang kami tinggalkan. Kami bertanggung jawab atas perbuatan kami." (RiwayatAl-Baihagi)

baca selengkapnya